Monday, September 17, 2012

Pesanmu di Januari


Assalamu'alaikum Ranggi Raditya, A.Md (@ranggira)
tak lagi aku tanyakan tentang kabar. sudah ada kok di pesan privasi kita beberapa minggu lalu.
sudah lama aku tak menuliskan namamu atau merelasikan denganmu. kamu semacam inspirasi pada waktu itu.
sebutlah ini rindu jika memang begitu. aku tak bermaksud membungkam ataupun menyalahi siapapun.
sedikit rekonstruksi masa lalu akan sedikit ku usik, untuk hari ini.

"halo. ini Sondra ya? ini Ranggi, temen TPA. masih inget ga?" ~inilah pesan pertamamu pada ponselku, benarkan?
lucu ya. dulu kita adalah teman ngaji dan rumah kita tak begitu jauh, cuma berjarak blok, tapi kita tak pernah bersua sebelum ada pesan itu.
sejatinya, aku cukup dengar namamu dan aku kira kamu pun begitu. 
pesan pertama yang membawa 'kita' pada pesan-pesan yang selanjutnya hingga nyaman tertera begitu saja dalam ronanya.

sekarang. aku ingin sejenak mengajakmu mengingat tentang sabtu senja itu. pukul 7 malam.
dengan motor hitam-mu, kemeja dan celana panjang. kesan pertama yang cukup rapi menurutku untuk pertemuan pertama kita secara resmi.
lalu, kita berhadapan, menatap dengan jarang dan malu sungguh masih terlihat.
duduk berdua. makan malam bersama. singkat. lalu pulang. membuatku cukup terkesan.

setelah itu, seakan semesta mendukung pertemuan-pertemuan yang disengaja maupun tidak. sampai juga pada januari itu.
januari tahun itu. 19 januari 2008. pukul 8 malam menuju 9 malam. di restoran fastfood.
aku tak begitu berniat untuk makan kali itu. hanya segelas susu dan kamu memesan french fries dan segelas air.
lalu, kita kembali diam. aku hanya menikmati minumanku dan tak begitu memerhatikan apa yang kamu lakukan. ku pikir sibuk makan.
tiba-tiba, kamu memulai pembicaraan dan kamu memberikan aku sedikit kejutan. tidak, tidak sedikit, sepenuhnya kejutan.
ternyata kamu sibuk membuat kata "I LOVE YOU" yang dibentuk dari french fries dengan tomato ketchup yang dibentuk hati sebagai backgroundnya pada piring yang
ada di hadapanku. tersipu malu sungguh jelas pada rona wajahku. sekeliling kita pun sedikit tersenyum pada apa yang dilakukan olehmu. 
"lo mau gak jadi cewe gue?"-tanyamu.
"seriusan ah. gue gamau jawab sekarang"
"sekarang lah."
.....ada hening. sekitar 20 menit.
"iya mau. pulang yuk. udah malem" sambil bergegas meninggalkan kamu. aku cukup malu. ada bahagia yang tak bisa aku sembunyikan.
seperti ada bara yang baru aku sulut apinya.

bulan pertama. 
tentang ulang tahunmu yang ke-17. aku harap kamu masih menyimpan dompet yang aku berikan, walaupun ketidakhardiranku meniadakan kurangnya bahagiamu.
tak lupa tentang kedatanganmu di malam itu kan? aku suka kejutan kecil itu.

bulan kedua. ketiga. keempat. bahagia.
tentang ulang tahunku yang ke-16. ingatkah?
sejumlah hadiah yang kamu berikan dan serangkai kata serta foto masa kecilmu. aku masih menyimpannya. semuanya.

bulan kelima. keenam.
pudar itu mulai tercipta diantara senyum yang kita lingkupi. ada rindu yang aku pinta, namun ada ego yang mematahkan.
dahulu kita memang sepasang belia yang dipenuhi cinta, digeluti asmara dan dibalut luka.
ada yang tak sanggup menutupnya dan terus menyembuhkannya. dibiarkan begitu saja. melekang hingga pada waktunya akan lekang.

hampir tak terlupakan.
aku (masih) hampir ingat semuanya. terlalu lucu dan konyol sebenarnya. kalau kamu tau, aku terlalu suka sikap dinginmu dan setiap kejutanmu.
bahagianya sampai ujung renta.

kita berlalu.
pada masa yang saling mengindahkan dan menyingkirkan ke-kita-an. terlarut dalam mimpi yang tak sejalan.
tahun pun ikut menua. tapi, masih saja kita saling menghadiahkan. ingat kan?
aku masih suka memakai jaket dan sweater pemberianmu. sangat melindungiku.
tak lupa juga dengan tas itu. terkadang, aku masih menggantungkannya di pundakku.
aku harap kamu masih menyimpan birthday certificate, kemeja, kumpulan foto dan dompet itu.
kalaupun tidak, yasudah, aku pun mengikhlaskannya.

bersalah atau tidak,
mengenang pesan terakhirmu di senja itu, sekitar jam 8.
cukup singkat
"1 thing 2 say those 3 words, i love you"
setelah itu, kamu hilang. dan memaksa untuk pergi dari yang ada. aku mengerti.

sekarang kita beranjak ke usia yang tak lagi kita sebut waktunya kita "berdua",
kita berjarak. namun tidaklah begitu teringat sebanyak dulu bukan?
maksudku sejumlah sekitar 4 tahun ke belakang, dimana aku menyebutkan kamu sebagai obsesi pada yang pertama.
selalu pertama.

namun,itu dahulu. 
sekarang aku lebih mengerti tentang posisi kita semestinya, seakan semesta memahaminya.

Friday, September 14, 2012

Dua Kelam dalam Analisa Masa


sekarang aku mengerti
apa yg dianggap terbaik belum tentu menjadi baik dalam iramanya
aku haruslah belajar sedemikian sehingga tentang aku yg menjadikannya berlalu,
meredam legam yang bersemayam di sudut ini,
mencoba meniadakan kesedihan di interval yang sempit itu
walaupun seperti nested interval tapi apalah arti kekontinuan yang berhingga, jika yg bermakna ada pada epsilon itu sendiri
aku tidak berlari untuk menghindari waktu dimana ada titik sehingga itu cukup untuk mengenangmu
aku juga tidak tenggelam untuk mencari ke-absolut-an tentang kita.

sekarang aku mengerti
bukanlah kita yang sedang mengayun langkah di garis real ini
seakan kita tak berada dalam neighborhood yang sama,
mungkin aku ataukah kamu yang berada dalam isolated point
mungkin juga kita tak berada dalam himpunan yang sama
dalam deret yang berbeda dan tak sejalan dengan fungsi yang senada
kita tak terbatas dan saling melepas untuk tepatnya

sekarang ataupun kelak,
kita bukan hanya berada dalam lintasan tanpa tujuan
kita tak hanya dalam kelabu tanpa rambu
kita adalah dua kelam dalam masa
dalam cerita tanpa retas rasa

Tuesday, September 11, 2012

What If

What if the one that got away is comeback
I don't have any reasons
To pleased you to go

What if the one that got away is comeback
I will make you stay
To have a better journey with me

What if...
And you're right.
You're not going back.
You don't need what if in the ends.

Saturday, September 8, 2012

A Purpose on You


And I really want from you is to feel me
As the feelings inside keeps building
After we've been through this standing

Feel more, but not an evermore
It was a tale, not to make you pale.
It was a distance.
Please take a look for glance.

It was real, 
Not only on a barrier, but survive in our miles.
It was just a border.
Hope it makes you get better.

Time has grown up.
You don't need too worry that much.
That was a delightful chronicle, a displacement of miracle
It's just a period, 
A moment to prove that 
there were a purpose on you.

Wednesday, September 5, 2012

Pemimpi Pelangi di Akhir Hujan


Teruntuk cintamu,
sampai pada awal menulis ini, aku masih belum tau kata apa yang paling tepat untuk menghangatkanmu ketika membaca ini nantinya.
aku ingin kata yang paling bisa membuatmu sehangat dalam balutan peluk yang pernah kita bagi di suatu pagi.
aku ingin kata yang paling bisa membuatmu sebahagia dalam rengkuhan canda yang pernah kita hargai di suatu pantai.
aku tak tau apa kamu mau melanjutkan membaca tulisanku atau tidak. 
aku hanya ingin menulis karena ini adalah caraku untuk membuatmu mendengarku, sesaat.
cukup sejenak.
aku rasa kamu cukup paham tentang keadaan kita bukan? bisu yang terlalu membuncah dan turut serta setiap janji yang kamu tiadakan.
inginku, sederhana. kamu mendengarku, sekali saja.
aku ingin bicara. berdua. semesra waktu kita yang lampau. tanpa batas, tanpa jeda. dengan tawa, dengan luka.
aku rindu pada kejelasan tentang abu-abu yang ada diantara belantara kelabu yang membuai kita.
rindu.
rindu.
lebih rindu dari yang bisa terkira.
aku tak pernah lelah mendengar setiap janjimu walau aku tau kamu pasti akan melukainya, menghilangkannya secara sengaja.
aku (mencoba) tak pernah jenuh untuk setiap prasangka yang merasuk dalam hati. aku tau ini tak baik, membuatku terpuruk.
namun, aku tak ingin jadi pendusta diantara rasa yang aku tau akan menjadi pelangi pada akhir hujan.
setidaknya, aku (masih) menuai asa tanpa lepas dari tengadah doa. tak peduli dengan mereka.
ku harap semesta tau, kamu yang paling berharga. kamu pemenangnya.
tentulah kamu, Ayahku.

Sunday, September 2, 2012

Senyum Ibu-ku


Tiada kata selain bersyukur yang ingin aku ucapkan untuk kekasih tiada tara, ibuku.
Tak henti-hentinya aku membawamu dalam sujud syukurku karena memiliki Ibu yang begitu hebat,
bisa dibilang incredible. Kalau bisa, rasanya aku ingin ucapkan lebih dari kata terima kasih hingga tak berhingga.

Terima kasih, ibuku
Untuk kepiawaianmu dalam keluarganya, untuk ketabahanmu yang paling juara
dan untuk tanggung jawabmu yang paling membanggakan.

Kalau saja ibu tahu,
aku paling suka senyum kecilmu, 
semacam peluk ketika aku lelah, seperti damai ketika aku gundah.

senyummu ibu, aaah amboi lah kalau dilihat dan juga dirasa. 
bermakna. sungguh.

Lagu: Arti Hadirmu - Soulvibe